Rabu, 30 September 2015

BHINEKA TUNGGAL IKA, MENYATUKAN KITA DALAM DAMAI?

SOLO, 20 SEPTEMBER 2015

Berawal dari sekelompok kecil pemuda yang ingin merayakan hari perdamaian yang biasa diperingati tiap 21 september. Tahun ini, mereka merayakannya lebih awal, Minggu (20/9). Mereka mempunyai inisiatif yang mengagumkan; mencari momen untuk mengampanyekan Hari Perdamaian Internasional yang tepat dimana banyak masyarakat atau kawula tertentu sedang berkumpul dan menikmati paginya dengan berjalan santai di Car Free Day, Kota Solo – Jawa tengah.

Siapa mereka yang mengampanyekan Hari perdamaian internasional itu? Mereka adalah Ahmadiyya Muslims Students Association (AMSA) dan Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC). Mereka mengampanyekan Hari Perdamaian Internasional dengan membuka stand buku yang bertemakan BOOK FOR PEACE, DAMAI DIMULAI DARI AKU DAN BUKUKU. Dan juga memberikan sebuah suvenir bagi mereka yang datang dan membaca buku di stand tersebut, mereka juga menyebarkan stiker perdamaian. 




Act For Peace? Kenapa aksi? Karena DAMAI tidak akan pernah tercapai hanya dengan KATA-KATA.

Beda keyakinan GA usah MUSUHAN, kenapa? YA. karena perbedaan, kita diuji. Seberapa TANGGUH kita menyikapi KEBERAGAMAN? Seberapa besar sifat Pengasih TUHAN yang kita miliki untuk sesama?

Kita? Ya, dimulai dari Aku, Kamu, dan Kita






Setelah beberapa saat stand Book for Peace berdiri dan stiker peace day disebarkan, masyarakat tertarik datang melihat dan membaca buku yang terpajang. Ada beberapa pengunjung stand yang berkomentar, bertanya, maupun memberikan kesannya. 

Di sela-sela melayani pengunjung dan membagikan stiker, terlihatlah Walikota Solo dengan pakaian olahraga yang tengah berhenti mengendarai sepeda. Terlintaslah di benak kawula muda yang tengah mengampanyekan perdamaian ini untuk meminta pendapat Walikota Solo tentang perdamaian.
Akhirnya mereka menghampiri Walikota solo tersebut, FX. Hadi Rudyatmo. Dengan sopan mereka menyapa,
“Selamat siang, Pak. Mohon maaf menggangu. Boleh kami meminta waktu Bapak sebentar?”
“Oh, iya boleh. Ada apa?” Ucap Walikota Solo tersebut.
Akhirnya mereka memperkenalkan diri. Mereka menyampaikan pesan perdamaian yang mereka kumandangkan hari ini. Kemudian mereka bertanya, “Kami kawula muda dari Ahmadiyya Muslims Students Association (AMSA) dan Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC)  yang mengampanyekan perdamaian di Hari Perdamaian Internasional. Kami ingin meminta pendapat. Bagaimana pendapat Bapak tentang PERDAMAIAN?

“Perdamaian itu adalah kemerdekaan bagi seluruh bangsa di DUNIA. Artinya, perdamaian itu perdamaian lahir dan batin. Jadi, arti dari perdamaian itu sendiri ada tiga hal yang bisa saya komentari. Satu adalah kebahagiaan yang harus dibagi. Yang kedua adalah hak yang harus diberikan, dan yang ketiga adalah tugas yang harus diselesaikan. Jadi, kemerdekaan itu sendiri mempunyai visi dan misi tersendiri yang sesuai dengan ‘Kemerdekaan Hak segala Bangsa’,” jawab Walikota yang akrab disapa Rudy ini.
“Kalau di Solo sendiri, hakikat perdamaian itu apakah sudah terealisasikan?“ lontaran pertanyaan selanjutnya.

“Di Solo kemerdekaan dan perdamaian dijadikan hal utama karena di Negara Republik Indonesia ini kan ada empat pedoman yang harus di pahami. Pancasila sebagai Dasar Negara dan Bangsa, Undang-Undang Dasar 1945,  NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), dan BHINEKA TUNGGAL IKA. Dengan adanya Bhineka Tunggal Ika itulah Perdamaian bisa tercapai di Indonesia karena berbagai suku, agama, golongan, bahasa, dan macam-macam adat istiadat tetap dalam SATU bahasa yaitu Indonesia tetap satu sebagai Pancasila. KITA BANGGA LO,  SEBAGAI BANGSA INDONESIA KARENA TIDAK ADA BANGSA SEPERTI BANGSA INDONESIA” papar dari sang Walikota Solo dengan sangat bersemangat.

Wawancara dengan Walikota Solo
Sesaat setelah selesai melakukan wawancara singkat tentang perdamaian, para pemuda ini berpikir. mereka para civitas yang menjunjung tinggi nilai perdamaian sangat butuh sosok pemimpin yang menjunjung kemerdekaan dan perdamaian. Mereka butuh sosok yang ingin berbagi pengetahuan tentang indahnya keberagaman dan paham akan toleransi untuk mencapai perdamaian yang hakiki dan mampu mengajarkan kepada generasi muda di masa ini dan masa yang akan mendatang.
Perdamaian bukan berarti sekadar kita tak terasingkan ataupun sekadar kita tidak terusik. Perdamaian, seperti yang dikatakan, mempunyai empat pedoman atau landasan dasar yang akan menuntun Bangsa Indonesia menjunjung tinnggi perdamaian. Semua itu bisa dicapai. Semua bisa di mulai dari diri kita lalu tularkan kepada adik-adik dan orang-orang di sekitar kita.
Salam perdamaian, dunia!

AMSA DIY-JATENG 3

BERSAMA SEMBILAN KOMUNITAS PEMUDA,   MEMPERINGATI HARI PERDAMAIAN DUNIA 2015 DI YOGYAKARTA 

Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan di Indonesia. Dengan populasi mahasiswa yang sangat banyak dari berbagai daerah di indonesia, tentunya menambah keragaman Yogyakarta dalam kebudayaan, etnis, dan agama. Keberagaman tersebut menambah kekhasan identitas Yogyakarta yang istimewa dengan wujud toleransi yang berakar dari tradisi jawa yang pluralis dan toleran.

Salah satu perwujudan toleransi dalam keberagaman tersebut adalah dengan menyelenggarakan acara tahunan Hari Perdamaian Dunia. Di Jogja, acara ini dipelopori oleh Gusdurian Yogyakarta. Tahun ini acara berlangsung selama dua hari, 20 – 21 September 2015.  Ada sembilan komunitas yang berperan dalam kepanitiaan kali ini. Mereka adalah Gusdurian, YIPC (Young Interfaith Peacemaker Community), AMSA (Ahmadiyya Muslim Students Association), IJD (Indonesia jangan Diam), IMAI (Pemuda dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia GAI), UKM KORDISKA (Korps Dakwah Islamiah UIN Sunan Kalijaga), Campus Peace Movement (dari Universitas Kristen Duta Wacana), MESSENJAH, dan SIM C (Simpul Iman Community).

Persiapan Acara

Seperti tahun sebelumnya, AMSA DIY-JATENG 3 menjadi panitia Hari Perdamaian Dunia di Yogyakarta. Rapat pertama diadakan pada Jum’at (11/9) di Seknes Gusdurian. Pada saat itu hadir perwakilan dari 10 komunitas. Ada empat orang perwakilan dari AMSA. Pada rapat pertama dibahas pembagian tugas. Selain menyumbang tenaga, AMSA juga menyumbang stiker sebanyak 200 lembar bertuliskan slogan “Love For All hatred For None” untuk dibagikan di aksi Walkpeace. Dengan mengikuti kepanitiaan ini, anggota AMSA bisa berkenalan dengan berbagai komunitas, seperti komunitas agama Baha’i, agama minoritas dan belum diakui di Indonesia. Teman-teman AMSA lainya juga punya kenalan baru dari pemuda Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).

Di rapat–rapat persiapan selanjutnya keakraban antarkomunitas semakin terjalin. Markas AMSA DIY-JATENG 3, Aula ARH Library, tak ketinggalan digunakan panitia untuk persiapan perlengkapan acara pada H-1.
Walkpeace

Acara pertama dilaksanakan, Minggu (20/9), di lingkungan Universitas Gajah Mada (UGM) yang bernama WALKPEACE. Peserta Walkpeace dari beragam komunitas ini diacak dan dibagi beberapa kelompok. Mereka berjalan santai sambil membagi-bagikan stiker berisi pesan perdamaian. Peserta juga mengajak masyarakat sekitar menuliskan pesan perdamainnya dalam selembar kertas berwarna dan foto bersama dengan poster berisi pesan perdamian. Foto-foto tersebut diunggah ke berbagai media sosial dengan hashtag #kitaadalahdamai dan #peaceday2015.


Setelah berjalan kurang lebih sejauh 1 km selama 2 jam, seluruh peserta  berhenti di kawasan SunMor (Sunday Morning). Tempat ini selalu dipadati mahasiswa dan masyarakat sekitar UGM setiap hari Minggu. Di sana, peserta menerbangkan pesan-pesan yang ditulis oleh masyarakat di kertas berwarna yang diikatkan pada masing-masing tali balon untuk diterbangkan bersama. Sebelum diterbangkan, semua komunitas berdoa bersama menurut keyakinannya masing-masing. Terlihat antusiasme berbagai komunitas termasuk masyarakat sekitar yang menyaksikan pesan-pesan damai diterbangkan.

Partnership For Peace Dignity For All
Hari kedua adalah puncak peringatan rangkaian acara, tepat pada 21 Sepetember sebagai Hari Perdamaian Dunia. Panggung Demokrasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta diambil sebagai tempat malam puncak Hari Perdamaian Dunia di Yogyakarta. Tema yang diambil adalah “Partnership For Peace Dignity For All”; bersatu menengakkan perdamaian untuk menegakkan martabat semua orang. Dalam acara ini semua komunitas yang terlibat menampilkan kreatifitasnya masing-masing dengan tema perdamaian. Ada pula talkshow dengan seorang aktivis perdamaian asal Yogyakarta, Mas Joyo.

Dalam acara tersebut AMSA tampil dengan pembacaan syair Mohabbat ke Naghmat. Syair ini dilantunkan oleh Moh. Ihsan dan Cima Tahir Ahmad. Sebelum dibacakan syair, moderator acara menayakan apa itu AMSA dan pandangan perdamaian dalam persepektif AMSA. Setelah sedikit menjelaskan apa itu AMSA,  Cima menjelaskan perdamaian dalam perspektif AMSA ...hubungan manusia di dunia ini ada tiga, yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan manusia, dan hubungan dengan alam. Ketiga hubungan itu harus selaras. Jika cinta Tuhan, maka cinta manusia dan alam. Dalam mencintai manusia, Ahmadiyah mempunyai slogan yakni Love for All Hatred for None yang artinya Cinta Untuk Semua Tiada Kebencian bagi Siapapun. Slogan itu selalu kami sampaikan di mana pun di setiap kesempatan di seluruh penjuru dunia sehingga jelaslah bahwa jangan ada kebencian di antara kita dan semua berusaha untuk saling mencintai, menghargai, dan toleransi sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an”.

Setelah sedikit penjelasan mengenai AMSA dan perdamaian, syair pun dilantunkan beserta artinya dalam bahasa Indonesia. Syair tersebut berisi pesan agar menjalin persaudaraan kepada setiap manusia di manapun dan menyebarkan pesan-pesan damai yang tercantum dalam Al-Qur’an. Dengan begitu, kebencian dapat hilang dan perdamaian akan terwujud. Antusias para penonton dari berbagai komunitas dengan memberi apresiasi berupa tepuk tangan dan dukungan mengenai perdamaian persepektif Ahmadi.

Acara yang dinanti-nantikan oleh para komunitas adalah talk show dengan seorang aktivis perdamaian yakni Mas Joyo. Mas Joyo meyampaikan bahwa di  Yogyakarta mayoritas mahasiswa adalah pendatang, bukan orang asli Jogja sehingga dalam acara adat istiadat warga Jogja dari kalangan mahasiswa sedikit yang berpartisipasi dan lebih memilih sibuk kuliah. Begitu pula dalam memperjuangkan perdamaian dan toleransi, yang sibuk adalah para sesepuh dan tokoh sedangkan mahasiswa hanya berdiam diri di kos atau kampus. Peringatan hari perdamaian ini adalah momentum untuk memulai perjuangan menegakkan toleransi yang untuk selanjutnya diharapkan dapat berbaur dengan masyarakat. Yogyakarta mempunyai slogan Jogja Istimewa dan dengan keistimewaan itu keberagaman budaya dan agama menjadi selaras untuk menjaga toleransi di Yogyakarta bahkan dari Yogyakarta untuk Indonesia.

Pesan yang disampaikan Mas Joyo benar-benar membuka pikiran para komunitas untuk lebih serius dan bekerja keras menyatukan perbedaan untuk terciptanya Yogyakarta yang toleran terutama di kalangan mahasiswa. Meskipun berat, tetapi ini merupakan tantangan sekaligus kesempatan menebarkan pesan perdamaian Islam, Love for All Hatred for None.

Semua komunitas yang terlibat dalam aksi ini berencana membentuk Aliansi Perdamaian Pemuda Yogyakarta yang tergabung dalam sembilan komunitas dan bisa bertambah. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tetapi dengan adanya acara ini justru spirit kebersamaan mulai terbentuk. Untuk AMSA DIY-JATENG 3 momentum ini dapat dijadikan kesempatan untuk menjalin silaturahmi lintas iman.


AMSA DIY-JATENG 3

BOOK FOR PEACE, DAMAI DIMULAI DARI AKU DAN BUKUKU

“Kalian banyak musuhnya, lho..”, komentar seorang wanita berpakaian olahraga yang mengunjungi stand Book for Peace, Solo.
---
Waktu baru menunjukkan pukul 7 pagi. Sekelompok pemuda-pemudi sudah sampai di area Car Free Day Jalan Slamet Riyadi, Solo. Mereka sedang mencari tempat yang sesuai untuk membuka lapak kecil di sana.
Jalan raya yang biasanya ramai dengan kendaraan kendaraan bermotor ini telah dipenuhi berbagai stand jajanan, komunitas, pedagang, dan ratusan warga Solo. Area Car Free Day ini hanya dibuka hingga pukul 10 pagi. Setelah mencari di tengah keramaian, akhirnya, terpilih sepetak area kosong di bawah rimbunan pohon yang diapit komunitas pecinta anjing dan area foto bersama dengan hewan buas yang telah dijinakan, ular.

Book for Peace

Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia belum tahu. Hari Perdamaian Internasional yang jatuh pada 21 September rutin diperingati di beberapa daerah di Indonesia. Salah satunya adalah yang diadakan  Ahmadiyya Muslims Students Association (AMSA) dan Young Interfaith Peace Community (YIPC) di Solo kemarin, Minggu (20/9).  Beberapa perwakilan AMSA DIY-JATENG 3 dan YIPC di Solo mengadakan sebuah aksi mengampanyekan perdamaian di Kota Solo. Aksi mereka sedikit berbeda dengan yang dilakukan di daerah lain. Selain membagikan sticker berisi pesan perdamaian yang umum dilakukan, kali ini tema “Book for Peace” menjadi salah satu sarana mengajak masyarakat untuk peduli pada perdamaian dunia, khususnya di Indonesia.

Tikar anyaman bambu digelar di atas aspal. Sebuah meja persegi panjang diletakkan di bagian depan tikar. Dua buah banner dirangkai dan didirikan di tikar bagian belakang. Buku-buku yang jarang dan mungkin tidak ada di toko buku pada umumnya dijajarkan di meja dan tikar. Berbagai jenis buku dan jurnal tentang filsafat, agama, sejarah, maupun penelitian keberagaman di Indonesia tersebut merupakan beberapa koleksi dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yogyakarta dan juga dari koleksi anggota YIPC.
Buku-buku belum selesai ditata di meja. Seorang mahasiswa sudah menghampiri lapak kecil itu. Sambil mengenakan earphone, pemuda berjaket hitam ini mengambil sebuah buku dan mulai membaca. Ia bertanya pada salah satu pemudi yang sedang menata buku.
 “Ini dari komunitas apa ya?”, tanyanya.
”Kami dari berbagai komunitas pemuda lintas iman peduli perdamaian dari beberapa universitas, Young Interfaith Peacemaker Community dan juga Ahmadiyya Muslims Students Association.” Jawab seorang mahasiswi dari YIPC.
“Oh ini semuanya Ahmadiyah, ya?” gurau sang pemuda diikuti tawa ringan. Mahasiswi tersebut mengulum senyum seraya tetap menjelaskan bahwa tidak semuanya Ahmadiyah. Ia pun memperkenalkan para mahasiswa yang ada di situ dari berbagai jurusan, universitas, dan komunitas.

Dari membuka diri hingga mengancam diri


Peringatan Hari Perdamaian Internasional di Solo kemarin bukanlah yang pertama. Tahun sebelumnya, sudah diadakan peringatan yang digagas oleh YIPC Solo dan diadakan terpusat di salah satu kampus di sana. Konsep Book for Peace ini sedikit banyak menarik perhatian para pengunjung kawasan Car Free Day Solo. Terbukti, tua-muda, wanita-pria yang berlalu lalang berhenti dan menghampiri. Nampaknya mereka tergelitik melihat banner putih bertuliskan “Book for Peace, damai dimulai dari aku dan bukuku” dan mulai melihat buku-buku yang dipamerkan.
Sebagian besar pengunjung hanya tertarik melihat koleksi buku. Membaca dan kemudiam diam, tak banyak yang bertanya. Mungkin isu perbedaan yang sering dikedepankan beberapa kelompok masyarakat membuat mereka takut berkomentar. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi kebanyakan pengunjung mahasiswa.

Memang ada yang bingung saat ditanya mengenai makna perdamaian atau harapan sebagai mahasiswa terhadap perdamaian Indonesia. Namun, beberapa sangat tertarik terhadap isu perpecahan dan perbedaan yang mengusik perdamaian.
Faris contohnya. Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam di salah satu universitas di Solo ini memiliki pandangannya sendiri. Menurutnya, diperlukan keberanian untuk saling membuka diri agar bisa saling memahami dan kedamaian bisa tercipta. Ia tertarik dan  mengajukan diri untuk ikut serta pada kegiatan serupa di lain waktu.

Ada pula seorang mahasiswi yang mampir ke stand dan merekam kegiatan tersebut. “Saya sedang tertarik melihat bentuk kepedulian anak muda di area Car Free Day ini. Tadi ada yang peduli budaya, lingkungan, dan sekarang perdamaian.” Ia nampak tertarik dan meminta salah seorang anggota AMSA di sana untuk ia wawancarai khusus.

Mahasiswa lain mengutarakan harapannya soal perdamaian. Dengan kegiatan ini (Book for Peace-red.),  baginya, masyarakat Indonesia harus lebih pintar dengan banyak membaca sehingga tidak mudah terseret arus provokasi yang bisa mengusik perdamaian di Tanah Air tercinta ini.  Lengkapnya aksi damai hari itu semakin bertambah ketika AMSA dan YIPC berkesempatan  mewawancarai Walikota Solo, FX. Hadi Rudyatmo Sungguh kesempatan yang langka yang tak disia-siakan. 

Salah seorang pengunjung, wanita paruh baya dengan pakaian olahraganya menghampiri stand Book for Peace. Ia menanyakan siapa yang membuat kegiatan ini dan apa tujuannya. Seorang mahasiswi dari AMSA menjawab bahwa kegiatan ini diadakan sebagai bentuk kepedulian para pemuda dari berbagai komunitas lintas iman untuk kembali membangun perdamaian di negeri tercinta ini yang semakin hari semakin dikesampingkan karena kepentingan sekelompok orang maupun golongan. Ia juga bertanya siapa yang menulis kumpulan jurnal yang sedang ia pegang dan apakah buku-buku itu di jual. Memang hanya sebagian buku yang dijual dan tujuan utama hanya untuk dibaca di tempat.
Tak disangka, wanita tersebut menanggapi, “Kalian banyak musuhnya, lho..” sambil membolak-balik sebuah buku jurnal penelitian keagamaan. Perkataan wanita tersebut nampak benar adanya. Ya, menegakkan perdamaian mungkin akan mengancam diri. Namun, apakah itu akan membuat pejuang perdamaian menyerah? Akankah perdamaian dapat dikalahkan oleh permusuhan dan kebencian? Pemuda Indonesia harus menjawab hal itu. AMSA DIY – JATENG 3 dan beberapa komunitas lain sudah memulainya, kamu?

Senin, 21 September 2015

AMSA Sumatera Barat

Matangkan Agenda, AMSA Sumbar Adakan Rapat Konsolidasi


PADANG – Guna menyamkan visi dan misi, AMSA Sumatera Barat (Sumbar) mengadakan rapat koordinasi, Sabtu (19/09). Bertempat di Masjid Mubarak, puluhan Anggota AMSA mengevalusasi kegiatan yang telah dilakukan serta membahas mengenai rencana kegiatan selama satu bulan ke depan.
Rapat tersebut dihadiri pula oleh Mubaligh Wilayah Padang, Mln. Muhammad Ali Daeng, Qaid Wilayah Sumatera Barat serta Qaid Majelis Padang. Dalam rapat yang dipimping oleh Hafiz Hidayatullah ini menghasilkan dua poin penting yaitu setiap Anggota AMSA Sumbar harus ikut serta dalam penyembelihan dan pembagian daging kurban serta dapat mengajak mahasiswa non-Ahmadi untuk datang ke Masjid guna sharing dan menjelaskan mengenai apa itu Ahmadiyah.

”Semoga kegiatan AMSA Sumbar dapat berjalan sesuai rencana“ ujar Mahasiswa Universitas Putra Indonesia di akhir wawancara.


Rabu, 16 September 2015

AMSA Bogor

Pengabdaan bagi Pendidikan Kirim 1000 Buku Cerdaskan Anak di Wilayah Timur


Berangkat dari keprihatinan terhadap pendidikan yang masih belum merata di tiap daerah, Ahmadiyah Muslim Student Association (AMSA) Bogor mengadakan program 1000 Buku Untuk Indonesia Timur. Kegiatan ini sudah berhasil mengumpulkan ratusan buku yang diperoleh dari sumbangan berbagai anggota AMSA maupun para Ahmadi di beberapa Majelis di Bogor. Rencananya buku-buku tersebut  akan  dibagikan secara cuma cuma bagi anak usia sekolah di Ambon, Provinsi Maluku.

“Sejak Senin (28/09) kami sudah mulai pengumpulan buku yang disumbangkan,” ujar Ibrahim Ahmad, Ketua AMSA Bogor pada Warta Ahmadiyah. Kegiatan ini sendiri merupakan sebuah tugas dari Mubaligh setempat yang dipercayakan kepada AMSA. Untuk mensosialisasikan kegiatan tersebut ke Majelis-majelis di wilayah Bogor, pengurus dan Anggota AMSA menggunakan SMS Center dan pengumuman setiap ba’da salat Jumát.

“Kami siap untuk menjemput ke rumah apabila ada anggota di setiap majelis yang ingin menyumbangkan bukunya,” ujar Ami Khadijah, anggota Lajnah Imailah cabang Bogor yang menjabat sebagai Wakil Presiden AMSA Indonesia. Di tempat yang sama, mahasiswi Fakultas Ekonomi Gunadarma tersebut mengatakan bahwa target AMSA Bogor dapat  mengumpulkan 1000 buah buku. “Kegiatan ini juga membutuhkan dukungan dan doa dari semua Ahmadi” tuturnya di akhir wawancara.

Melalui tekad yang kuat dan antusiasme yang tinggi dari Ahmadi di Bogor untuk membantu pendidikan di Indonesia Timur, AMSA Bogor berhasil merealisasikan targetnya untuk mengumpulkan 1000 buah buku bagi anak – anak di Ambon, Provinsi Maluku. Melalui akun twitter resminya (@amsabogorID). Mengkampanyekan tagar  #MalukuMembaca #1000Buku agar program ini bisa dikenal tidak hanya di kalangan Ahmadi namun juga di masyarakat luas.


Jumat (04/09) bertempat di Masjid Mubarak Sindangbarang, para Anggota AMSA Bogor mulai merapikan setiap buku yang berhasil dikumpulkan dari berbagai cabang di Bogor. Buku buku tersebut dikemas dalam 11 (sebelas) kardus ukuran sedang, 1 (satu) buah kardus ukuran besar dan Goodie Bag.

“Buku yang sudah terkumpul nanti akan dikirimkan ke Markaz untuk kemudian didistribusikan ke Maluku,”ujar Ami Khadijah, Wakil Presiden AMSA Indonesia.

Lajnah Imailah yang juga tercatat sebagai anggota sub divisi pendidikan AMSA Bogor ini juga menuturkan bahwa program ini adalah sebagai salah satu langkah untuk merealisasikan program program ke depan yang dapat bermanfaat tidak hanya bagi para Ahmadi namun juga bagi masyarakat pada umumnya. “Kami AMSA Bogor akan terus memberikan yang terbaik bagi semua,” tuturnya.

Reporter : Talhah Lukman Ahmad
Foto : @amsabogorID
Sumber : http://warta-ahmadiyah.org/